MASJID
Pagi yang cerah hari sabtu tepat tanggal ke dua puluh dua kutarik gas sepeda motor menuju tempat kumenimba ilmu, kampusku yang masih berada letaknya tak jauh dari rumah. Tak lupa aku membawa segenap perlengkapan tugasku lalu sekotak bekal berupa cemilan dan panganan yang nanti aku makan dikelas sehabis mata kuliah selesai. Setelah sampainya aku dilingkungan kampus kutaruh sepeda motor bak suami yang selalu mengantarku kemana-mana diarea parkir yang luasnya hampir setengah hektare bahkan lebih kutinggalkan ia sendiri disana tanpa pamit karena jika aku pamit dengan sepedah motor entah apa yang orang-orang akan fikir. Lekas kunaik kelantai tiga ruang nomor 304 ruang kelasku yang dingin dengan Ac yang menyala pintu yang terbelalak tanpa satupun orang, lagi-lagi kudatang terlalu pagi, kebetulan kudatang terlalu pagi biasanya tidak. Sambil menunggu dosenku datang kucoba membuka kotak bekal yang tadi kusiapkan, lima potong roti tawar dengan selai kacang dan nutella kusisakan tiga potong lagi untuk kedua sahabatku Arini dan Tio aku yakin mereka pun belum sarapan.
Kudengar dari kejauhan suara ketukan sepatu dan gesekan tas yang menuju area kelasku, yaa benar saja sahabatku Tio yang datang sambil menyapa seperti biasanya, sapaan khas dengan tatapan mata kosong dan sebelah alis yang dinaikan pertanda ada sesuatu yang ingin disampaikan, ia bercerita bahwa keadaan jalan dari rumahnya menuju kampus macet sekali, belum mulai belajar tenaganya sudah sedikit terkuras. Terdengar kembali ketukan sepatu yang kencang seorang yang berlari kearah kelas Arini, sahabat perempuanku yang sambil berlari masuk kedalam kelas tanpa mengucapkan salam, suara nafasnya terdengar tak beraturan, “Kukira aku datang terlambat, sampai sudah lari sekuat tenaga ternyata dosenpun belum juga sampai dikelas” pangkas Arini sambil berupaya duduk dan meneguk air minum dalam botol yang biasa ia bawa.
Tiga puluh menit mata kuliah molor dari jam biasanya dosen pertama nampaknya tidak datang, dan akhirnya pihak fakultas memberitahukan dosen ada urusan mendadak jadi diganti dengan tugas tambahan. Baiklah mau gimana lagi kami mahasiswa hanya mampu mengemban tugas dan amanah yang diberikan dengan mengerjakannya.
Tepat masuk jam makan siang pukul 12.00 kami keluar kelas, rutinitasku yakni segera berlari ke mesjid kampus yang jaraknya kurang lebih seratus meter dari fakultasku, mengejar waktu agar dapat ikut sholat dzuhur berjamaah.
Ada hal yang selalu berkesan ketika aku memasuki mesjid, kenyamanan yang tiada tara selepas aku menunaikan ibadah sholat ku duduk disamping area masjid yang menjadi spot favorite ku dengan ditemani angin siang yang sejuk kala itu karena tercampur gerimis hujan.
Aku menyukai kesendirian seperti itu duduk sambil menulis atau membaca novel favoriteku, kebetulan aku tak membawanya jadi kutorehkan hobby menulisku ketika aku berada dimasjid, suasana dan aromanya mendukungku untuk berimajinasi dan memberi semangat inspirasi untuk menulis. Lahirlah satu puisi ku saat itu yang berberjudul,
“Lirih”.
Akan tiba masanya
Allah akan menghapus sedih dan lukamu dengan bahagia
Bukan dengan bahagia yang biasa
Namun bahagia yang semuanya berkenaan dengan surga
Itu karena engkau yang tak pernah lupa olehNya
Dengan mendatangiNya dalam lirih bait doa
Dengan getar tangis yang ada dihadapanNya
Engkau mampu melupakan segalanya
Engkau berdoa dalam keadaan yakin bahwa saat itu
Allah mendengar semua ucapanmu
bahkan satu helaan nafasmu pun tak luput dalam perhatianNya
Ia yang Maha Tahu semua tentangmu
Nikmat bukan?
Apakah engkau pernah rasakan?
Saat ini aku merasakan kasih sayangnya
Pondasi-pindasi Allah kokohkan dengan iman
Keyakinanmu pada kebesaran dan kekuasaanNya
Membuat cahaya Allah semakin benderang dihatimu
Allah ..
Maha sempurna dengan segala takdirNya
Allah akan kirimkan satu demi satu manusia
Yang Allah cintai, untuk mencintaimu ...
Karena Allah tahu engkau amat Mencintainya
Percayalah Shalihah ...
Kesabaran dan ketaqwaanmu akan berbalas Surga
Sebab Allah tahu engkau amat menginginkannya.
Tempat yang dimuliakan Allah menjadi tempat kesukaanku untuk bermanja dengan pena mengisi kekosongan yang produktif.
Comments
Post a Comment